asuhan keperawatan

Minggu, 11 November 2012

Gagal Jantung



BAB I
PENDAHULUAN


A.          PENGERTIAN

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalai disertai peninggian volume diasnotik secara abnormal.
(Arief Mansjoer, 436 : 1999)
Gagal jantung adalah selama keadaan patofisologis adanya kelaianan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuan hanya ada kalau disertai peningkatan tekanan pengisian vertikel kiri. (Syaifullah, 1996)

B.           ETIOLOGI

Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi seperti :
-          Penyakit arteri koroner
-          Hipertensi
-          Kardiomiopati
-          Penyakit pembuluh darah atau penyakit fonginetal
Faktor pencetus gagal jantung :
-          Naik asupan garam
-          Ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung
-          AMI
-          Serangan hipertensi
-          Aritma akut
-          Infeksi atau demam
-          Emolbi paru
(Arief Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Jilid I, 1999)

C.          GAMBARAN KLINIS

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung dibagi menjadi jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
a.       Gagal jantung kiri dangan tanda :
§  Dengan spneu deffert, fatig, ortopnea, dispneu, nelatural paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama berat, ventrikel hearing, bunyi derap S3 dan S4 pernapasan, cheyne strokes, takikandi, palsus alternans, ronki dan kongesti vena pulpunalis.
b.      Gagal jantung kanan dengan tanda :
§  Fatig, edema, liver engergement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan bila didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, mur-mur, tanda-tanda penyakit kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras asites, aidrotorak, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, edema pitting
c.       Gagal jantung
§  Terjadi menifestasi gabungan antara gagal jantung.
(Arief Mansjoer, Kapita Jilid I, 1999)

D.          PATOFIFIOLOGI

Patofisiologi gagal jantung menurut Backwark Failarr :
1.      Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhir fase diatolik (and Diasnotik Pressure) meninggi
2.      Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium dibelakang ventrikel yang gagal
3.      Airium ini akan bekerja lebih keras.
4.      Tekanan pada vena dan kapiler dibelakang vertikel yang gagal akan meninggi
5.      Terjadi transudasi pada jaringan intertitial (baik pulmunal maupu sistemik)
Akibat berkurangnya curah jantung serta aliran darah pada jaringan atau organ menyebabkan menurunnya perfusi yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta memperberat ekstrarasasi cairan yang sudah terjadi. Lalu terjadi gejala gagal jantung kongerti sebagai akibat embeli para yang masif karena terjadinya peninggian isi dan tekanan pada vontrikel kanan dan pembuluh darah sistemik. (Sarwono, W.IPD Jilid I)

E.           KLASIFIKASI

Klasifikasi CHF menurut NYH
1.      Sesak dengan aktivitas berat
2.      Sesak dengan aktivitas sedang
3.      Sesak dengan aktivitas ringan
4.      Sesak tanpa aktivitas

F.           PENATALAKSANAAN

1.      Meningkatkan aksigenasi dengan pemberian okagen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembarasan aktivitas.
2.      Memperbaiki kontrakvitas otot jantung
Mengatasi keadaan yang revesibel, termasuk krokafasis miksidema dan aritmia.
Digitalis
a.       Dosis digitalis
-          Digoksin oral utuk digitalis cepat 2,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-4 kali.
-          Digoksin IV 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
-          Cedilamid
b.      Dosis peninjang untuk gagal jantung digoksin 0,25 mg/asila dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c.       Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d.      Digitalis cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat.
-          Digoksin : 1-5 mg IV perlahan-lahan
-          Cerdilanid 0,4-0,8 mg IV perlahan-lahan
(Arief Manjoer, Kapita jilid I, 1999)

G.          PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Ekg
2.      Sonogram (Ekokardiogram, Ekokardiogram dopple)
3.      Skan jantung
4.      Kateterisasi
5.      Rontgen dada
6.      Dx lab : Hematologi, golongan darah arteri, fungsi ginjal, fungsi hati.
(Marylin E. Donges, 1999)
H.          DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
-          Aktifitas/istirahat 
-          Sirkulasi
-          Integritas ego
-          Eliminasi
-          Makanan/cairan
-          Higiene
-          Neurosensori
-          Nyeri/kenyamanan
-          Pernafasan
-          Keamanan
-          Interaksi sosial
-          Pembelajaran/pengajaran
(Marylim E. Donges, 1999)
I.             PRIORITAS KEPERAWATAN
1.      Peningkatan kontraktilitas miokardinal/fungsi sistemik
2.      Penurunan kelebihan volume cairan
3.      Mencegah komplikasi
4.      Memberikan informasi tentang penyakit/prognosisi, terapi yang dibutuhkan serta pencegahan kekambuhan.
(Marylin E. donges, 1999)
J.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Menurunnya curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardinal.
Ditandai       :
-    Perubahan fungsi jantung
-    Perubahan irama
-    Perubahan konduksi listrik
-    Perubahan struktural (ex : kelainan katub, ancurismeventrikel)
KH               :
-    TTV normal
-    Dipneu menurun
-    Bebas gejala gagal jantung
Intervensi     :
-    Mengukur TTV, kolaborasi medis
-    Kaji kulit terhadap sianosis
-    Catat bunyi jantung
-    Pantau haluaran urin
-    Berikan istirahat psikologi dengan tengan


2.      Intoleransi aktifitas b.d :
-          Ketidak seimbangan antara suplai O2
-          Kelemahan umum
-          Tirah baring lama/imobilitas
Ditandai       :
-    Kelelahan lemah
-    Perubahan  TTV
-    Dipsneu
-    Pucat
-    Berkeringat
KH               :
-    Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
-    Mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan
3.       Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi Glomerolus/meningkatnya produksi ADH dan retensi Natrium
Ditandai    :
-          Ortopneu Bunyi jantung S3
-          Oliguria, edema
-          Hhipertensi
-          Ditres pernapasan
-          Bunyi jantung abnormal
KH            :
-          Adanya keseimbangan masukan dan pengeluaran
-          Bunyi napas bersih/jelas
-          Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima
-          Tidak ada edema
Intervensi  :
-          Pantau halusinasi urine catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
-          Pantau hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
-          Pertahankan duduk/tirah barimg dengan posisi semi fowler
-          Sedikit keluhan disneu eksterm tiba-tiba, kebutuhan bangun dari duduk
-          Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi faal dan sering
-          Dorong untuk mengatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan
-          Kolaborasi medis
4.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
KH            :
-          Mempertahankan integritas kulit
-          Mendemontrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
-          Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, kegemukan.
-          Pijat area keeemerahan atau yang memutih.
-          Ubah posisi sering ditempat tidur.
-          Hindari obat intramusculer.

5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi. Program pengobatan b.d kurang pemahaman / kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung / penya kit / gagal.
Ditandai          :
-          Pertanyaan
-          Pertanyaan masalah / kesalhan persepsi
-          Terulangnya episode gagal jantung yang dapat dicegah. 
Kriteria hasil    :
-          Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
-          Menyatakan tanda dan gejsala yang memerlukan intervensi cepat.
-          Melakukan perubahan pola hidup / perilaku yang perlu.
Intervensi        :
-          Jelaskan antara perbedaan antara serangan jantung.
-          Kuatkan rasional pengobatan.
-          Diskusikan pentingnya istirahat.
-          Beri penjelasan pembatasan Natrium.
-          Berikan kesempatan pasien / orang terdekat untuk menanyakan mendiskusikan masalah  dan membuat perubahan pola hidup yang perlu. (Marilym E. Dongoes, 1999)
K.          PATHWAYS

asuhan keperawatan hiperbilirubin

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit.  Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.  Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.  Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia

2.      Tujuan Khusus
Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat;
a.       Mengetahui definisi, klasifikasi dan etiologi hiperbilirubinemia pada anak
b.      Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit hiperbilirubinemia pada anak
c.       Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan penyakit hiperbilirubinemia pada anak
d.      Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A.    Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).

B.     Klasifikasi

  1. Ikterus Fisiologis
a.       Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b.      Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup  bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c.       Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e.       Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
  1. Ikterus Patologik
a.       Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b.      Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c.       Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d.      Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e.       Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f.       Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

C.    Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1.      Polychetemia
2.      Isoimmun Hemolytic Disease
3.      Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4.      Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5.      Hemolisis ekstravaskuler
6.      Cephalhematoma
7.      Ecchymosis
8.      Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9.      Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis

D.    Patofisiologi

1.      Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2.      Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.
3.      Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi direk)
4.      Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
5.      Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik
6.      Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)
7.      Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik
8.      Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
9.      Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah.
10.  Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat., biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
11.  Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
12.  Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.


E.     Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1.      Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2.      Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3.      Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5.      Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6.      Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7.      Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8.      Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9.      Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10.  Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

F.     Komplikasi

Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1.      Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2.      Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

G.    Pemeriksaan Diagnostik

  1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a.       Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b.      Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.       Protein serum total.
  1. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
  2. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.

H.    Penatalaksanaan

  1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
  2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
  3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
  4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
  1. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
  2. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
  1. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.

I.      
Infeksi, Asidosis, Hipoksia
 
Pathways



 







BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut;
1.      Pemeriksaan umum
a.       Aktivitas/istirahat : letargi, malas
b.      Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c.       Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, feces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.
d.      Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk).
e.       Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
f.       Neurosensori;
1).    Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
2).    Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
3).    Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4).    Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas kejang.
g.      Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.
h.      Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya  pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.        Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

2.      Pemeriksaan fokus
a.       Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja.
b.      Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan
c.       Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
d.      apakah bayi ada demam
e.       Bagaimana kebutuhan pola minum
f.       Tanyakan tentang riwayat keluarga
g.      Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

B.     Diagnosa Keperawatan

Rumusan diagnosa keperawatan pada kasus anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah sebagai berikut;
1.      Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan ekskresi bilirubin
2.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (Insible Water Loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi
3.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
4.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman bonding
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
6.      Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi

C.    Perencanaan

1.      Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis refleks hisap dan menelan baik.
2.      Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal
3.      Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat ras dan tidak ada ruam makuler eritematosa
4.      Orang tua tidak tanpak cemas yang ditandai dengan orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi
5.      Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan menangani popok)
6.      Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada konjungtivitis

D.    Implementasi

1.      Mencegah injury
a.       Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat
b.      Berikan fototerapi sesuai program
c.       Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program
d.      Antisipasi kebutuhan transfusi tukar
e.       Monitor Hb dan Hct
2.      Mencegah terjadinya dehidrasi
a.       Pertahankan intake (pemasukan cairan)
b.      Berikan minum sesuai jadual
c.       Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)
d.      Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi, meningkatnya temperatur, meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
e.       Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
f.       Monitor temperatur setiap 2 jam

3.      Mencegah gangguan integritas kulit
a.       Inspeksi kulit setiap 4 jam
b.      Gunakan sabun bayi
c.       Merubah posisi bayi dengan sering
d.      Gunakan pelindung daerah genital
a.       Gunakan pengalas yang lembut
4.      Mengurangi rasa cemas orang tua
a.       Pertahankan kontak orang tua-bayi
b.      Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya
c.       Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua
5.      Orang tua memahami kondisi anak dan berpartisipasi dalam perawatan
a.       Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan perawatan dan pengobatan
b.      Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
a.       Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak  mau makan dan minum, meningkatnya temperatur, dan tangisan yang melengking
6.      Mencegah injury pada mata
a.       Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
b.      Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea  dapat tergores jika dapat membuka matanya saat dibalut.

E.     Perencanaan Pemulangan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pulang adalah;
  1. Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.
  2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya.
  3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.
  4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
  5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.

BAB IV

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Hiperbillirubin adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang  menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.
Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, Radio Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital, antibiotik dan transfusi tukar.

B.     Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan;
1.      Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang efektif dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada anak, yaitu;
a.       Proses fisiologis
b.      Daya pikir yang berbeda
c.       Struktur fisik yang berbeda dengan orang dewasa
2.      Kerjasama dengan orang yang terdekat pada anak (keluarga) juga akan membantu dalam kelangsungan proses pemberian asuhan keperawatan.
3.      Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi.  Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
1.      Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan.
2.      Penilaian berkala pendengaran.
3.      Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.

DAFTAR PUSTAKA


Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta.