BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati
yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang
merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi
penyebab gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok
penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka
harus dikemukakan.
Kasus
ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80 % bayi
prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat
penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat
neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak
punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Ikterus patologis
adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud
yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus
yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah
hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai
pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang
terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia
2.
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat;
a.
Mengetahui definisi, klasifikasi dan etiologi
hiperbilirubinemia pada anak
b.
Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan
komplikasi penyakit hiperbilirubinemia pada anak
c.
Mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
penyakit hiperbilirubinemia pada anak
d.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin
dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin
ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia
(ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
B. Klasifikasi
- Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10
mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg%
untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin
tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologik.
- Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg%
perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f.
Mempunyai
hubungan dengan proses hemolitik.
C. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut
dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1.
Polychetemia
2.
Isoimmun Hemolytic Disease
3.
Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4.
Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat,
kortikosteroid, kloramfenikol)
5.
Hemolisis ekstravaskuler
6.
Cephalhematoma
7.
Ecchymosis
8.
Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil
transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik
galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9.
Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi.
Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis
D. Patofisiologi
1. Pigmen
kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh
kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam
sistem retikuloendotelial.
2. Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah
hepatik dan adanya ikatan protein.
3. Bilirubin
yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam
uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid).
Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar
larut dalam air (bereaksi direk)
4. Bilirubin
yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan
konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
5. Akhirnya
dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
menjadi sirkulasi enteroheptik
6. Warna
kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek)
7. Pada
bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik
8. Jaundice
yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat
dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2
sampai minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10
minggu.
9. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan
dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah.
10. Jika
pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat.,
biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
11. Penghentian
ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai
lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
12. Bilirubin
yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran.
Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari
sesudah lahir.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita
hiperbilirubin adalah;
1.
Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran
mukosa.
2.
Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan
oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik
atau infeksi.
3.
Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke
tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari ke lima
sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4.
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek
pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah,
anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6.
Perut
membuncit dan pembesaran pada hati
7.
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata
berputar-putar
8.
Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9.
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
F. Komplikasi
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan
menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1.
Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2.
Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy,
retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan
tangisan yang melengking.
G. Pemeriksaan Diagnostik
- Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a.
Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b.
Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.
Protein serum total.
- USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
- Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.
H. Penatalaksanaan
- Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
- Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
- Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
- Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati
dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase
yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen
dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
- Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
- Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
- Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat
ditangani dengan foto terapi.
I.
Infeksi,
Asidosis, Hipoksia
Pathways
Infeksi,
Asidosis, Hipoksia
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan
hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut;
1.
Pemeriksaan umum
a.
Aktivitas/istirahat : letargi, malas
b.
Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c.
Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium
mungkin lambat, feces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran
billirubin. Urine berwarna gelap.
d.
Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral
buruk).
e.
Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa,
hepar.
f.
Neurosensori;
1).
Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada
satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
2).
Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis,
mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
3).
Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4).
Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung,
menangis lirih, aktifitas kejang.
g.
Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah
muda.
h.
Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis
neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak
ikterik pada awalnya pada wajah dan
berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.
Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk
gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi
besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih
sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
2. Pemeriksaan
fokus
a.
Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva,
membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja.
b.
Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan
c.
Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
d.
apakah bayi ada demam
e.
Bagaimana kebutuhan pola minum
f.
Tanyakan tentang riwayat keluarga
g.
Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B
B. Diagnosa Keperawatan
Rumusan diagnosa keperawatan pada kasus anak dengan
gangguan hiperbilirubin adalah sebagai berikut;
1.
Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan
serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan
ekskresi bilirubin
2.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
hilangnya air (Insible Water Loss) tanpa disadari sekunder dari
fototerapi
3.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
fototerapi
4.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya
pengalaman bonding
5.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pengalaman orang tua
6.
Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi
C. Perencanaan
1.
Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum
bilirubin menurun, tidak ada jaundice, reflek moro normal, tidak
terdapat sepsis refleks hisap dan menelan baik.
2.
Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang
ditandai dengan urine output kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal,
ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal
3.
Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang
ditandai dengan tidak terdapat ras dan tidak ada ruam makuler eritematosa
4.
Orang tua tidak tanpak cemas yang ditandai dengan orang
tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam
partisipasi perawatan bayi
5.
Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan
dan berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan menangani popok)
6.
Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai
dengan tidak ada konjungtivitis
D. Implementasi
1.
Mencegah injury
a.
Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat
b.
Berikan fototerapi sesuai program
c.
Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program
d.
Antisipasi kebutuhan transfusi tukar
e.
Monitor Hb dan Hct
2.
Mencegah terjadinya dehidrasi
a.
Pertahankan intake (pemasukan cairan)
b.
Berikan minum sesuai jadual
c.
Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)
d.
Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi,
meningkatnya temperatur, meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang
berlebihan
e.
Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor
kulit, mata
f.
Monitor temperatur setiap 2 jam
3.
Mencegah gangguan integritas kulit
a.
Inspeksi kulit setiap 4 jam
b.
Gunakan sabun bayi
c.
Merubah posisi bayi dengan sering
d.
Gunakan pelindung daerah genital
a.
Gunakan pengalas yang lembut
4.
Mengurangi rasa cemas orang tua
a.
Pertahankan kontak orang tua-bayi
b.
Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya
c.
Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan,
dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua
5.
Orang tua memahami kondisi anak dan berpartisipasi
dalam perawatan
a.
Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang
fisiol.ogis alasan perawatan dan pengobatan
b.
Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
a.
Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala,
lethargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak mau makan dan minum, meningkatnya temperatur,
dan tangisan yang melengking
6.
Mencegah injury pada mata
a.
Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
b.
Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata
yang berlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau
kornea dapat tergores jika dapat membuka
matanya saat dibalut.
E. Perencanaan Pemulangan
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam perencanaan pulang adalah;
- Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.
- Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya.
- Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.
- Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
- Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperbillirubin
adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
Hiperbillirubin
terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan
komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.
Komplikasi
yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan
kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium,
USG, Radio Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian
fenobarbital, antibiotik dan transfusi tukar.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan;
1.
Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang
efektif dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada anak, yaitu;
a.
Proses fisiologis
b.
Daya pikir yang berbeda
c.
Struktur fisik yang berbeda dengan orang dewasa
2.
Kerjasama dengan orang yang terdekat pada anak
(keluarga) juga akan membantu dalam kelangsungan proses pemberian asuhan
keperawatan.
3. Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin perlu dilakukan
tindak lanjut sebagai berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan
perkembangan.
2. Penilaian berkala pendengaran.
3.
Fisioterapi
dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan
Keperawatan Pada Anak . Edisi
I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu
Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Syaifuddin, Bari
Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Doengoes, E
Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar